Indonesia memiliki begitu banyak seni dan budaya yang patut untuk dilestarikan oleh masyarakatnya, termasuk seni gurindam.
Seni gurindam merupakan sajak yang terdiri dari dua baris dan berisi petuah atau nasihat.
Nah, gurindam ini juga dikenal sebagai puisi lama yang terdiri dari dua bait.
Kemudian dalam tiap bait, terdapat dua baris kalimat yang memiliki rima sama serta menjadi satu kesatuan yang utuh.
Baca juga: Papua Digital Academy Bekali Anak Muda Keterampilan Menulis Hingga Desain Grafis
Untuk melestarikan seni gurindam ini, terdapat pentas seni ASEAN Gurindam Festival yang baru saja digelar di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Jakarta Pusat, pada 16-18 Desember 2022.
Tribunnews memperoleh kesempatan untuk berbincang secara eksklusif dengan salah satu peserta kegiatan tersebut sekaligus peserta Perkumpulan Rumah Seni Asnur (Perruas), Rica Irma Dhiyanti.
Rica menjelaskan bahwa ASEAN Gurindam Festival ini merupakan kegiatan pentas seni yang diikuti oleh banyak peserta dari sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Dalam pentas seni ini, kata dia, tidak hanya menghadirkan kesenian gurindam saja, namun juga ada beberapa kegiatan pendukung lainnya seperti pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan seminar.
"Kebetulan ada beberapa negara, di mana kegiatan ini kegiatan pentas seni ya. Tapi di pentas seni itu berkolaborasi lah beberapa jenis kegiatan, ada seminar, ada pengembangan UMKM, jadi include di situ," jelas Rica, saat dihubungi Tribunnews ketika telah tiba di Jakarta, Jumat (16/12/2022).
Namun untuk puncak acaranya adalah menampilkan penulis Gurindam dari Indonesia dan sejumlah negara seperti Malaysia, Singapore dan Brunei.
"Tapi kegiatan puncaknya, kegiatan itu adalah penulis di seluruh Indonesia, termasuk juga luar negara, ada Brunei, Malaysia, Singapore itu dikumpulkan, di tes," kata Rica.
Hasil tulisan gurindam dari masing-masing penulis pun dites dan divaluasi.
Setelah terkumpul karya tulisan gurindam terbanyak, maka dihimpun menjadi satu buku yang diterbitkan serta diluncurkan dengan judul ‘Gurindam Kalbu’ yang ditulis oleh 1200 penulis di ASEAN.
Buku ini juga memperoleh Rekor MURI sebagai buku Gurindam dengan Penulis Terbanyak tingkat dunia.
"Jadi kita mengumpulkan hasil gurindam, nah hasil kita itu dites, dievaluasi kemudian bisa masuk nggak, sehingga (jadi) Penulis Terbanyak. Nah untuk penulisan buku gurindam itu ada berapa penulis, dijadikanlah Rekor MURI," tegas Rica.
Mereka yang tergabung dalam penulisan ini berasal dari berbagai daerah di tanah air dan mancanegara, khususnya kawasan ASEAN.
"Jadi (dari) Jakarta, Aceh, semua provinsi ya dan tidak hanya di Indonesia saja. Setiap provinsi ada yang lolos itu," papar Rica.
Rica pun menyampaikan bahwa ia dikirimkan surat undangan untuk menghadiri festival tersebut karena karya gurindam miliknya merupakan bagian dari buku yang akan diluncurkan dalam kegiatan itu.
Ia pun mengakui bahwa awalnya hanya iseng mengirimkan karya gurindam miliknya, karena sebenarnya dirinya merupakan penulis buku populer, bukan buku akademisi maupun buku seni.
Namun ternyata tulisannya dinilai bagus dan layak untuk turut diterbitkan dalam buku yang mencatat Rekor MURI tersebut.
Rica Irma Dhiyanti, peserta pentas seni ASEAN Gurindam Festival di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Jakarta Pusat, pada 16 hingga 18 Desember 2022.
Rica mengatakan tulisan dapat 'menyembuhkan luka seseorang', hal itulah yang ia rasakan selama ini setelah berjuang menghadapi penyakit kanker.
Rica Irma Dhiyanti, peserta pentas seni ASEAN Gurindam Festival di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Jakarta Pusat, pada 16 hingga 18 Desember 2022.
Rica mengatakan tulisan dapat 'menyembuhkan luka seseorang', hal itulah yang ia rasakan selama ini setelah berjuang menghadapi penyakit kanker.
Rica pun sempat menulis buku Endless Happiness atau Bahagia Tiada Akhir yang telah diterbitkan Gramedia.
"Intinya saya disurati, kan saya penulis juga, iseng-iseng sih awalnya waktu itu. Karena saya kan juga sudah menulis buku yang diterbitkan Gramedia, tapi itu buku populer sih, bukan buku akademisi, nah kalau (Gurindam Kalbu) ini buku seni," tutur Rica.
Wanita kelahiran Solok, Sumatera Barat pada 15 Desember 1983 silam ini kemudian memberikan tips bagi mereka yang ingin mencoba mulai menulis.
Menurutnya, perasaan apapun yang dirasakan sebaiknya dituangkan ke dalam rangkaian kata, karena dapat membuat perasaan menjadi lebih tenang.
"Kalau saran saya, jika anda punya perasaan nggak enak, nggak nyaman, galau, sedih, marah, tulis saja," kata Rica.
Ia menekankan bahwa masalah yang dihadapi setiap orang bukan merupakan musibah, namun suatu berkah.
"Karena setiap masalah itu bukan merupakan bagian dari musibah, tapi masalah itu adalah bagian dari berkah," jelas Rica.
Rica kemudian menuturkan bahwa dari coretan curahan hati itulah, akan terbentuk tulisan yang indah dan penuh makna.
Mungkin saja, melalui tulisan itu, dapat menjadi pesan yang mampu menginspirasi banyak orang untuk tidak menyerah dalam kehidupan.
"Nah dari situ akan terbentuk satu tulisan yang indah, di mana tulisan yang indah itu nanti siap untuk dipublish atau diberikan kepada orang banyak," tutur Rica.
Ia menyampaikan bahwa dirinya ingin memberikan manfaat bagi orang lain, sebelum 'menutup mata', satu di antaranya melalui karya tulisannya.
"Sebelum kita meninggal, harus ada sesuatu yang kita tinggalkan," papar Rica.
Rica menambahkan bahwa tulisan dapat 'menyembuhkan luka seseorang', hal itulah yang ia rasakan selama ini setelah berjuang menghadapi penyakit kanker yang dideritanya.
Ia menuangkan semua perasaan yang ada di benaknya untuk membuatnya tenang dan menjadi 'lebih hidup'.
Terlebih sejak kecil, banyak orang termasuk dirinya dapat menyampaikan perasaan melalui tulisan jika tidak mampu mengungkapkannya melalui lisan.
Saat ini pun kegiatan menulis semakin dimudahkan dengan adanya blog dan jurnal online.
"Karena tulisan itu menyembuhkan dan ada fasilitas yang mudah, bisa ngeblog, bisa nulis jurnal di internet, bisa bikin diary. Dulu kan kita waktu masih kecil ketika tidak bisa mengungkapkan, kita bisa menuliskan," jelas Rica.
Wanita yang bekerja sebagai Mediator Non Hakim yang berfokus pada kasus perceraian di Pengadilan Agama Karimun dan Batam ini kembali menegaskan bahwa dalam buku yang ditulisnya, Endless Happiness, ia merasa 'menulis dapat menyembuhkannya sebagai survivor kanker'.
"Dan sebenarnya menulis itu menyembuhkan, salah satunya ketika saya menulis buku Endless Happiness 'Bahagia Tiada Akhir', nah saya tersembuhkan karena saya adalah penderita kanker, (menulis membuat) saya menjadi lebih hidup," pungkas Rica. (Tribunnews.Com | Penulis: Fitri Wulandari | Editor: Dewi Agustina)