Berbagai alasan sering diutarakan pasangan suami istri untuk melakukan gugat cerai di kantor Pengadilan Agama (PA) bagi muslim dan gugat cerai di kantor Pengadilan Negeri (PN) bagi nonmuslim.
Ada sejumlah persoalan yang membuat mereka melakukan perceraian. Alasan yang lebih sering muncul karena tidak ada lagi kecocokan di antara suami dan istri, dan ada juga dipengaruhi faktor ekonomi, dan faktor pihak ketiga.
Berdasarkan data dari Pengadilan Agama, jumlah gugat cerai di Batam cukup banyak. Yang menjadi pertanyaan bagaimana nasib anak setelah terjadi gugat cerai. Tentu akan muncul dampak negatif terhadap anak korban perceraian.
Untuk membahas hal tersebut Tribun Batam menghadirkan nara sumber Rica Irma Dhiyanti, S.Kom., M.Si., (Mediator Nonhakim Kantor Pengadilan Agama Batam dan Karimun) ujarnya di studio Tribun Batam Batu Ampar Batam, Kepulauan Riau, Rabu 18 Oktober 2023 pukul 15.00 WIB.
Dalam edisi podcast itu, host Tribun Batam yang dipandu Sihat Manalu mengupas tentang dampak perceraian bersama narasumber yang sudah lama berkecimpung dalam persoalan penanganan perceraian.
Tema yang dibahas Dampak Negatif Anak-anak Korban Perceraian. Berikut wawancaranya:
TRIBUN BATAM: Seperti apa persoalan kasus perceraian dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir di Karimun?
RICA IRMA DHIYANTI: Zaman era kemajuan teknologi saat ini, di samping pertumbuhan jumlah pendudukan yang semakin meningkat disertai kompleksitas, persoalan perceraian mengalami tren peningkatan.
TRIBUN BATAM: Seperti apa persentasi data perceraian di Karimun?
RICA IRMA DHIYANTI: Angka perceraian kalau di Karimun sekitar setiap tahunnya itu berkisar 500-an pasangan. Berbeda kalau di Batam, perkaranya itu bisa mencapai 2.000 hingga 3.000. Ini tentu sejalan dengan kepadatan jumlah penduduk, Batam jumlah penduduknya saja hampir 1,5 juta orang.
TRIBUN BATAM: Berapa batasan usia nikah saat ini?
RICA IRMA DHIYANTI : Dari range (jangkauan) usia, tamat sekolah. Nikah sekarang itu sudah harus 19 tahun. Kalau belum 19 tahun bagaimana? Harus ada surat Dispensasi Nikah (DN) dari Pengadilan Agama.
TRIBUN BATAM: Apakah perceraian itu sangat berdampak pada psikologi anak?
RICA IRMA DHIYANTI: Iya, perceraian itu sangat berdampak pada anak.
TRIBUN BATAM: Apa tahapan yang anda lakukan sebagai mediator terhadap pasangan yang ingin bercerai?
RICA IRMA DHIYANTI: Sebelum tergugat dan penggugat masuk ke meja sidang, ada kewajiban saya sebagai mediator untuk terlebih dahulu melakukan komunikasi mediasi. Dalam mediasi itu kita tanya lagi seperti apa cerita akhir dari hubungan mereka nanti. Ketika kami mediasi, nanti anak-anaknya kepada siapa? Apakah bapak ibu sudah siap untuk berpisah.Tidak selamanya perceraian itu buruk, namun dominan lebih banyak buruknya. Perceraian itu lebih didominasi faktor ego suami atau istri. Terus dari ekonomi juga.
TRIBUN BATAM: Menurut anda, ketika melakukan mediasi dengan pasangan yang ingin bercerai lalu akhirnya membatalkan cerai?
RICA IRMA DHIYANTI: Dalam perceraian ada cerai talak dan gugat. Talak, laki-laki penggugat sedangkan gugat laki-laki tergugat. Dalam proses cerai, itu ada tahapan upaya mediasi.
TRIBUN BATAM: Seperti apa tips untuk mencari pasangan hidup ?
RICA IRMA DHIYANTI: Menikah itu, kalau bagi saya pertama koleksi dulu. Lalu seleksi, kemudian evaluasi lalu eksekusi baru resepsi baru kita menikah. Lima tahapan ini harus dilalui seseorang. Koleksi itu bukan berarti dipacarin, melainkan ditemanin.
TRIBUN BATAM: Kenapa lebih banyak wanita yang gugat cerai?
RICA IRMA DHIYANTI: Biasanya kalau yang minta cerai laki laki dia akan susah balikan. Tapi kalau wanita yang minta cerai, masih punya potensi rujuk balik sama suami setelah masuk di pengadilan.
TRIBUN BATAM: Ada beberapa faktor yang menyebabkan perceraian?
RICA IRMA DHIYANTI: Sang istri ini, harus multitalen, mulai dari urusan dapur masak, nyuci, nyapur, intinya dapur, sumur dan kasur dan ditambah lagi jadi Gojek, jemput anak sekolah. Lalu sang suami pulang kerja melihat sang istri terlihat kucel, lesu dan pakai koyok.
TRIBUN BATAM: Bagaimana menjaga pikiran dan rasa yang harus dilakukan oleh istri dan suami?
RICA IRMA DHIYANTI: Nah, kembali lagi. Awal mula tujuan pernikahan itu. Mencintai itu mudah, namun merawat cinta itu yang sulit. Maka mencintai lah tanpa syarat. Mencintai wanita cantik itu ada kekurangannya. Bunga mawar saja ada durinya. Makanya cintai dulu diri sendiri, cintai kekurangan lalu kita dapat melihat kekurangan pada pasangan. Suaminya pun harus memberikan perhatian pada istri.
TRIBUN BATAM: Kenapa lebih banyak wanita yang minta cerai gugat ketimbang cerai talak?
RICA IRMA DHIYANTI: Dominannya, karena faktor ekonomi. Di samping itu dikarenakan punya persoalan dan komunikasi yang kurang. Makanya setiap apa pun harus dikomunikasikan, termasuk persoalan saat melakukan hubungan seksual dalam ranjang.
TRIBUN BATAM: Bagaimana dampak psikologis anak setelah perceraian?
RICA IRMA DHIYANTI: Kalau misalnya lingkungannya didik dengan cara kekerasan, orang tua bertengkar, ini akan berdampak pada mental anak, karena orang tua itu merupakan panutan anak. Namun ada anak yang tidak dapat menerima kondisi itu, bisa saja dia lari pada hal lain, bisa menggunakan narkoba.Bukan persoalan ini saja. Bahkan, ketika anak sudah besar dan dia berkeluarga lalu keluarganya menghadapi masalah, akhirnya dia akan memutuskan cerai, dia berkaca pada masa lalu orang tuanya. Di samping itu, anak juga dihadapkan pada pilihan yang sulit. Harus memilih ikut ayah dan ibu.
TRIBUN BATAM: Tindakan apa yang harus diambil terhadap anak-anak yang broken home.
RICA IRMA DHIYANTI: Anak itu terlahir tidak ada yang bodoh, termasuk bandel dan lainnya. Anak itu terlahir unik, tinggal bagaimana lingkungannya membentuk. Mulai dari lingkungan keluarga, teman bermain, sekolah. Di fase ini lah anak dibentuk karakternya. Misalnya, ketika di lingkungan sekolah, teman bermain, guru konselingnya.
TRIBUN BATAM: Apa tips yang bisa dibagikan orang tua maupun guru sekolah? Apa yang perlu diperbuat orang tua?
RICA IRMA DHIYANTI: Kadang ada anak dikasih tahu tapi susah banget, pertama kita harus mengenal karakter anak itu terlebih dahulu. Yang perlu diketahui, ketika anak terlahir menjadi ikan, jangan ajak dia menjadi harimau. Kalau anak terlahir jadi ikan maka ajarilah dia berenang.
TRIBUN BATAM: Tipe tipe seperti apa yang sering Anda hadapi.
RICA IRMA DHIYANTI: Ada pasangan keluarga tetap bertahan padahal kondisi keluarga sudah tidak akur namun karena memikirkan masa depan anak, akhirnya tetap pertahankan kondisi keluarga yang tidak akur.
TRIBUN BATAM: Dalam usia berapa sih anak memahami mereka adalah korban perceraian anak.
RICA IRMA DHIYANTI: Rata rata korban sadar. Korban ini harus memaafkan masa lalu. Berdamai dengan diri sendiri. Ada yang trauma karena kondisi keluarganya, misalnya sang ayahnya meninggalkan ibunya setelah dia tumbuh dewasa lalu dia dendam dan trauma pada lelaki. Ada juga yang tidak suka dengan bapaknya, eh malah dapat pria seperti bapaknya. Maka kita buat afirmasi dalam diri, teknik terapi, atau doktrin diri sendiri untuk membangkitkan semangat. Terakhir, saya ingin mengajak pada semua kalangan. Jika itu baik, silakan diambil dan jika itu belum cocok dicari yang cocok karena di dunia saat ini dunia penuh hiruk-pikuk. Di zaman ini, menemukan orang pintar sangat banyak namun mencari orang baik tidak mudah. Jika kita dimusuhi orang jahat, itu tandanya kita orang baik. Semoga kita semua berbahagia. (Tribun Batam)